Nama : Muhammad Robbika Rangga Mustafa
NIM :13311080
Kelas : Manajemen B-pagi
A. PENDAHULUAN
Seiring perkembangan
zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan
manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini
terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan
berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat
dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana
dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Sejarah timbulnya
kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi
telah muncul bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul
pada tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam
rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi
alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama
antar manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai
pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan
pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya
seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani,
ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang
pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan, karena pemimpin
sebagai ujung tombak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan
dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak
definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang
masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono,
2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama
yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young
(dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya.
Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang
tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa
kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena
pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya
dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist)
cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh
secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan
keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
B.
PEMBAHASAN
1.
Teori
Kepemimpinan Pemimpin Besar (Great Man Theory)
a) Kepemimpinan
adalah kemampuan yang melekat. – Pemimpin besar dilahirkan, bukan dibentuk.
b) Pemimpin
besar muncul sebagai heroik, mitos, dan ditakdirkan karena diperlukan.
c) Disebut
“Great Man” karena pada saat itu pemimpin dianggap kualitas laki-laki.
Thomas Cralyle
(1888), Herbert Spencer (1869)
Menurut
teori kepemimpinan ini seorang pemimpin besar terlahir sebagai pemimpin yang
yang memiliki ciri-ciri yang istimewa yang mencakup:
·
Karisma
·
Kecerdasan
·
Kebijaksanaan
·
Memberikan dampak besar
Karisma
sendiri menunjukkan kepribadian seseorang yang dicirikan oleh pesona pribadi,
daya tarik, yang disertai dengan kemampuan komunikasi interpersonal dan
persuasi yang luar biasa. Karisma inilah yang dapat memberikan dampak besar
kepada lingkungan sosial sekitarnya. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin
besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha
membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori
Kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin
besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar
turun-temurun Sangat sedikit orang-orang dari kelas bawah memiliki kesempatan
untuk memimpin. Teori Great Man didasarkan pada gagasan pada gagasan bahwa
setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan,maka munculah seorang manusia yang luar
biasa dan mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah. Ketika Teori Great Man
diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah laki-laki, yang menjadi alasan untuk
menamai teori tersebut dengan “Great Man”.
Teori
ini didefinisikan sebagai pola terpadu dari karakteristik pribadi yang
mencerminkan berbagai perbedaan individual dan efektivitas kepemimpin yang
konsisten di berbagai kelompok dan situasi organisasi (Zaccaro, Kemp, &
Bader, 2004). Teori ini menganggap pemimpin itu dilahirkan (given), bukan
karena faktor pendidikan dan pelatihan. Konsep kepemimpinan dalam teori orang besar
adalah atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal,
yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Teori ini secara garis besar
merupakan penjelasan tentang orang besar atau pahlawan dengan pengaruh
individualnya berupa karisma, intelegensi, kebijaksanaan, atau dalam bidang
politik tentang pengaruh kekuasaannya yang berdampak terhadap sejarah.
Teori
kepemimpinan ini sebagian besar bersandar pada pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh Thomas Carlyle di abad 19 yang pernah menyatakan bahwa sejarah
dunia tak lain adalah sejarah hidup orang-orang besar. Menurutnya, seorang
pemimpin besar akan lahir saat dibutuhkan sehingga para pemimpin ini tidak bisa
diciptakan.
2.
Teori
Sifat (Karakter)
(Trait
Theory)
-
Pemimpin tebentuk karena warisan
karakteristik perilaku tertentu yang dimiliki seseorang.
-
Tetapi, Jika perilaku tertentu adalah
indikator kepemimpinan, mengapa banyak orang yang memiliki sifat kepemimpinan
tetapi tidak menjadi pemimpin.
Gordon
Allport (1937), Hans Eynsenck (1967)
Teori
kepemimpinan ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari Great Man Theory yang
mengatakan bahwa para pemimpin dilahirkan dan bukan diciptakan (leader are born
and not made). Tetapi sejalan dengan pemikiran mahzab behavioralis, pada
peneliti di tahun 1950-an berkesimpulan bahwa karakteristik pemimpin tidak
seluruhnya merupakan bawaan sejak lahir, namun diperoleh melalui pembelajaran
dan pengalaman. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa kepemimpinan yang efektif
dapat dipelajari.
Riset
mereka menunjukkan bahwa ada karakteristik individu yang dimiliki oleh seorang
pemimpin sehubungan dengan kepemimpinan efektif, yaitu:
-
Kecerdasan,
-
Pengetahuan & keahlian,
-
Dominasi,
-
Percaya diri,
-
Energi yang tinggi,
-
Toleran terhadap stress,
-
Integritas & kejujuran,
-
Kematangan.
Teori
sifat tersebut mengasumsikan bahwa para pemimpin telah mewarisi sifat-sifat di
dalamnya yang membuat orang cocok untuk menjadi pemimpin. Banyak yang
mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang dapat sepenuhnya mengekspresikan
diri, sementara yang lain tidak bisa, dan ini adalah apa yang membuat mereka
berbeda dari orang lain. Seorang pemimpin memiliki kombinasi yang tepat dari
sifat-sifat yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik
3.
Teori
Perilaku (Behavior Theory)
-
Sesuai prinsip ‘behaviorism’ seorang
pemimpin besar dapat dibentuk, tidak selalu karena dilahirkan atau dimitoskan.
-
Kepemimpinan tergantung pada tindakan,
bukan pada kualitas mental atau kondisi internal
-
Setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan
melalui cara pembelajaran, observasi dank arena pengalaman
Skinner
(1967), Bandura (1982)
Teori
perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak
dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi
pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan
sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus
dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin
berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan
merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu
kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan
dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits)
soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk
diidentifikasikan.
Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa
perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam
perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun
demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang
cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan
tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak
variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian,
bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi
(shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota
lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian
seseorang akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku :
1. Konsiderasi
dan struktur inisiasi
Perilaku
seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah
tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan
memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya.
Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan
tugas orientasi.
2. Berorientasi
kepada bawahan dan produksi
Perilaku
pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh
penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada
pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada
sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya
ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat
diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan
terhadap bawahan atau hubungan kerja. JAF.Stoner, 1978:442-443
mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat
dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori
ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki
perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana
seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan,
nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai
contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan
daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat
direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahanya.
4.
Teori
Situasional (Situational Theory)
-
Pemimpin harus memilih tindakan yang
terbaik berdasarkan situasi yang sedang dihadapi.
-
Gaya kepemimpinan berbeda-beda
tergantung situasi yang berlainan.
-
Misalnya di tengah cendikiawan, gaya
kepemimpinan demokratis mungkin paling tepat diterapkan
Hersey
dan Blanchard (1977)
Teori
Kepemimpinan Situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum
menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin
untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998).
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan
perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam
teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji
kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan
menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada
berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap
suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai
dengan situasinya.
Seorang
pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan
menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya
kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Demikian pula seorang bawahan perlu
dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai. Dengan
demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan diantaranya :
Model
kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya
dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus
diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin
bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang
menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.
Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol disini adalah menjadi pendengar
yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
Model
Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut
model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang
terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin
yang efektif apabila :
Ø
Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik
Ø
Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi
Ø
Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat
Model
Situasional
Model
ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpian seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpina
yang dapat digunakan adalah :
Ø
Memberitahukan
Ø
Menjual
Ø
Mengajak bawahan berperan serta
Ø
Melakukan pendelegasian
Model
Jalan-Tujuan
Seorang
pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan
jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal
tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian
pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin
berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
Model
Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian
utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus
diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma
tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam
menetukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan.
Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang
dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan
keputusan.
Pada
teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang dimana secara dinamis
akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang :
1) Kemampuan
Manajerial
Kemampuan ini merupakan
faktor terpenting yang mempengaruhi efktivitas kepemimpinan seseorang.
Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman,
motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.
2) Karakteristik
Pekerjaan
Merupakan
unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan
yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi
dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan
kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi
efektivitas seorang pemimpin.
3) Karakteristik
Organisasi
Budaya
korporat, kebijakan, dan biokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang
manajer. Juga bila didalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan
kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan
organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
4) Karakteristik
Pekerja
Dalam
karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman
dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan
seorang pemimpin menurut toeri situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan
situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu
menurut Sondang P. Siagan (1994:129) adalah :
-
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
-
Bentuk dan sifat teknologi yang
digunakan
-
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
-
Norma yang dianut kelompok
-
Rentang kendali
-
Ancaman dari luar organisasi
-
Tingkat stress
-
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
5.
Teori
Kontingensi
Model
kepemimpinan kontingensi dikembangkan oleh Fiedler. Model kepemimpinan
kontingensi mengemukakan bahwa prestasi kelompok tergantung interaksi antara
gaya kepemimpinan dengan kadar menguntungkan/tidaknya situasi. Kepemimpinan
dipandang sebagai suatu hubungan yang didasarkan atas kekuasaan dan pengaruh.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
Pertama,
pada tingkat manakah situasi menyediakan kekuasaan dan pengaruh yang diperlukan
pemimpin agar efektif,dan seberapa menguntungkan faktor situasi tersebut;
kedua, sejauh mana pemimpin dapat meramalkan dampak gayanya atas perilaku dan
prestasi bawahnya.
Tiga
faktor penting dalam pendekatan ini adalah hubungan pemimpin dengan anggota,
struktur tugas dan otoritas pada suatu situasi. Faktor hubungan
pemimpin-anggota mengacu pada kadar keyakinan, kepercayaan, rasa hormat para
pengikut terhadap pemimpin yang bersangkutan. Variabel situasional ini
mencerminkan penerimaan pengikut kepada pemimpin. Struktur tugas mencakup
masalah untuk mencapai tujuan, kesahihan keputusan, kerincian keputusn.
Otoritas pada suatu posisi menunjukan kekuasaan yang melekat pada posisi
kepemimpinan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
Fiedler
telah meneliti keefektifan orientasi kepemimpinan seseorang dihubungkan dengan
menguntungkan/tidaknya situasi. Orientasi kepemimpinan seseorang dibedakan
antara berorientasi tugas atau kepemipinan seseorang yang mengendalikan dengan
berorientasi hubungan manusiawi atau kepemimpinan pasif.
6.
Teori
Path – Goal
Teori
path-Goal dikemukakan oleh Robert House (1974). Teori ini sendiri merupakan
salah satu pendekatan situasional (kontingensi) yang menggunakan konsep-konsep
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Ohio State
University. Para peneliti dari Ohio State Universitymengidentifikasikan dua
kelompok perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan-struktur
pemrakasaan dan pertimbangan.
Esensi
dari teori ini adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu
bawahannya dalam pencapaian tujuan-tujuan dan menyediakan petunjuk dan/atau
dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut seiring
sejalan dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Ada dua preposisi yang
dikemukakan dalam teori path-goal. Kedua preporsisi tersebut adalah :
1) Perilaku
seorang pemimpin dapat diterima oleh bawahannya sejauh perilaku tersebut
dipandang oleh bawahan sebagai sumber untuk memperoleh kepuasaan saat ini
ataupun sebagai sarana untuk memperoleh kepuasan pada masa yang akan datang.
2) Perilaku
pemimpin dapat dikatakan motivatif, jika :
-
Perilaku tersebut membuat kebutuhan
bawahan akan kepuasan, bergantung pada prestasi kerja yang efektif.
-
Perilaku tersebut melengkapi lingkungan
bawahan dengan menyediakan perbekalan, bimbingan, dukungan, dan imbalan yang
diperlukan untuk pencapaian prestasi kerja yang efektif.
Teori
ini memuat empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu :
1) Kepemimpinan
direktif (direktive leadership)
Bawahan
tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus
diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan (pemimpin
yang otokratis). Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif
mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan dan harapan bawahan yang
melakukan pekerjaan yang mendua (ambiguous) dan mempunyai hubungan yang negatif
dengan kepuasan dan harapan bawahan yang melakukan tugas-tugas yang jelas.
2) Kepemimpinan
suportif (supportive leadership).
Pemimpin
yang selalu yang bersedia menjalankan, sebagai teman, mudah didekati dan
menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan. Gaya kepemimpinan ini
mempunyai pengaruh yang sangat positif bagi kepuasan bawahan yang bekerja
dengan tugas-tugas yang penuh tekanan, frustasi dan tidak memuaskan.
3) Kepemimpinan
Partisipatif ( Partisipatif leadership).
Pemimpin
meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahan, tetapi masih membuat
keputusan. Kebanyakan studi dalam organisasi industri manufaktur, didapatkan
dalam tugas-tugas yang tidak rutin, karyawan lebih puas daripada pemimpin yang
non partisipatif.
4) Kepemimpinan
Berorientasi prestasi (achievement oriented leadership)
Pemimpin
mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan,
merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut dan melaksanakan dengan baik.
Diperoleh penemuan bahwa untuk bawahan yang melaksanakan tugas-tugas mendua dan
tidak rutin, makin tinggi orientasi pemimpin akan prestasi, makin banyak
bawahan yang percaya bahwa usaha mereka akan menghasilkan pelaksanaan kerja
yang efektif.
7.
Teori
kelompok
Teori
kelompok dalam kepemimpinan (group theory of leadership) dikembangkan atas
dasar ilmu psikologi sosial. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian
tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara bawahan dan
pemimpinannya.
Kepemimpinan
merupakan suatu proses pertukaran (exchange process) antara pemimpin dan
pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologis tentang peranan yang
diharapkan kedua belah pihak. Penelitian psikologis sosial dapat digunakan
untuk membantu penerapan konsep pertukaran dan peranan tersebut pada proses
kepemimpinan.
Hal
ini nampak pula dari hasil studi ohio state university khususnya dimensi
pemberian perhatian (consideration) pada para bawahan yang akan memperluas pandangan kelompok terhadap
kepemimpinan.
8.
Teori
Social Learning
“Sosial
Learning” merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang menjamin
kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, model yang menjamin
kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin, lingkungan dan prilakunya
sendiri. Nampaknya teori ini agak komprehensif dan memberikan dasar-dasar teori
yang jelas dalam rangka memahami kepemimpinan. (M. Thoha, 1983 : 48)
Penekanan pendekatan
ini ialah terletak pada peranan prilaku kepemimpinan, kelangsungan dan
interaksi timbal balik diantara semua variable yang ada. Dapat dikatakan bahwa
bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi dan
bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada prilakunya sendiri dan prilaku
lainnya, serta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan
kognisi-kognisi yang bisa memperantarakan.
Pada prinsipnya
pendekatan ini menganggap bahwa :
1) Pemimpin
menjadi lebih mengetahui dengan variabel-variabel mikro dan makro yang
mengendalikan prilakunya.
2) Pemimpin
bekerja bersama-sama dengan bawahannya untuk menentukan serangkaian prilaku
kontigen yang berkepribadiaan dan yang dapat mengatur prilaku bawahan.
3) Pemimpin
bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan
untuk mengatur prilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif
yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi.
Dengan
demikian, dalam pendekatan “social learning” ini antara pemimpin dan bawahan
mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang timbul.
Keduanya mempunyai hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk
menemukan bagaimana caranya menyempurnakan prilaku masing-masing dengan
memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.
C.
KRITIK DAN SARAN
Beberapa
definisi kepemimpinan menggambarkan ‘asumsi’ bahwa kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi orang, baik individu maupun kelompok. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Teori
kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seni perilaku pemimpin di konsep
kepemimpinannya dengan menonjolkan latar belakang sejarah kepemimpinan, sebab
musabab munculnya pemimpin, tipe dan gaya kepemimpinan serta syarat-syarat
kepemimpinan.
Dari beberapa teori kepemimpinan diatas
penulis memberikan analisis tentang kelebihan dan kelemahan dari beberapa teori
diatas :
1) Teori
Sifat (karakter)
Kekurangan :
-
Tidak selalu ada hubungannya antara
sifat yang dianggap unggul dengan
efektivitas kepemimpinan, karena situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat
tertentu pula yang berbeda dari yang lain
Kelebihan :
-
Walaupun beberapa karakteristik dari
pemimpin dalam teori ini tidak relevan dengan keefektifan suatu kepemimpinan.
Tetapi karakter ini menjadi suatu kebutuhan idealnya seorang pemimpin
2) Teori
Perilaku (Behavior Theory)
Kekurangan :
-
Teori Kepemimpinan Perilaku belum
dilengkapi deangan suatu faktor, yakni penyesuaian terhadap situasi dan kondisi.
Karena situasi dan kondisi tidak akan
sama dan selalu ada cara kepemimpinan yang berbeda untuk menangani situasi dan
kondisi yang berbeda.
Kelebihan :
-
Teori ini mampu mematahkan teori
sebelum-sebelumnya tentang bagaimana terbentuknya sebuah jiwa kepemimpin yang
berasal dari cara pembelajaran, observasi, dan pengalaman.
3) Teori
Situasional
Kekurangan :
-
Tindakan terbaik berdasarkan situasi
belum menentukan keberhasilan suatu kepemimpinan. Ada variabel-variabel yang
menentukan seperti gaya kepemimpinan,kualitas para pengikut, dan aspek
lingkungan.
Kelebihan :
-
Teori ini melengkapi teori perilaku,
karena sudah memperhatikan situasi sebagai variabel faktor penetuan karakter
kepemimpinan yang baik.
4) Teory
Kontingensi (Contingency Theory)
Kekurangan :
-
Teori ini masih mengandung dua sudut pandang
keberhasilan suatu kepemimpinan.
-
Di satu sisi Pemimpin harus flexible
dengan situasi, tetapi ada variable lain yang menentukan seperti kualitas
bawahan dan aspek lingkungan.
Kelebihan :
-
Teori ini menganggap pemimpin haruslah
orang yang memiliki kharisma dan kemampuan memotivasi yang tinggi, maka barulah
pemimpin itu dinilai efektif.
-
Adanya keterkaitan antara atasan dan
bawahan dalam keberhasilan suatu kepemimpinan, yang menjadikan teori ini
berbeda dengan yang lain.
-
Teori ini memperhatikan variable
internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan.
Semua teori yang dikemukakan para
ahli masing-masing memiliki kekurangan dan kelibahan. Dan tak satupun dari para pemuka teori bisa
menunjukkan tentang teori kepemimpinan yang efektif, yang dapat berlaku pada
kondisi kepemimpinan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Miftah. 2003.
Kpemimpinan Dalam Manajemen.
Mujiono, Imam. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. Yogyakarta: UII
Press.
2010."Pengertian
kepemimpinan menurut para ahli". (Online).
(Http://Izmanyzz.wordpress.com/2010/09/04/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli,
diakses 11 November 2011).